Mengatasi Ketimpangan Akses Listrik di Indonesia: Mendorong Pemerataan Energi dan Inovasi Berkelanjutan
Ketimpangan akses listrik di Indonesia masih menjadi tantangan besar. Infrastruktur pembangkit dan penyediaan energi hingga kini masih terpusat di Pulau Jawa, sementara wilayah timur dan terpencil seperti Papua, Maluku, Nusa Tenggara, serta sejumlah daerah lainnya masih menghadapi kesulitan dalam memperoleh akses listrik yang stabil dan merata (Azahra Zhr, 2023; Suara.com, 2025). Ketimpangan ini berdampak luas terhadap pembangunan, pendidikan, layanan kesehatan, serta pertumbuhan ekonomi lokal.
Ketimpangan Akses Listrik: Realita dan Dampaknya
Data Kementerian ESDM dan PLN mencatat bahwa hingga tahun 2025, terdapat sekitar 10.068 desa di Indonesia yang belum menikmati akses listrik memadai, terutama di kawasan timur (Suara.com, 2025).
Meski rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 98–99%, namun distribusinya masih timpang. Konsumsi listrik per kapita di Jawa–Bali jauh melampaui wilayah Indonesia bagian timur (BPS, 2025; DPR RI, 2024). Akibatnya, kualitas hidup masyarakat di daerah tertinggal kian terpinggirkan, dan akselerasi pembangunan menjadi terhambat.
Penyebab Utama Ketimpangan
1. Faktor Geografis dan Infrastruktur
Wilayah-wilayah terpencil dan kepulauan memiliki kondisi geografis yang menantang serta infrastruktur dasar yang terbatas. Hal ini menyebabkan biaya investasi dan operasional jaringan listrik menjadi tinggi, sehingga pengembangan infrastruktur kelistrikan sering kali tidak menjadi prioritas (Bajang Journal, 2025).
2. Konsentrasi Pembangkit Listrik di Pulau Jawa
Mayoritas pembangkit besar seperti PLTU, PLTA, dan PLTGU masih berlokasi di Jawa, yang menyebabkan kapasitas produksi listrik terkonsentrasi dan distribusi ke luar pulau menjadi tidak efisien (Listrik Indonesia, 2024).
3. Terbatasnya Investasi dan Insentif
Kurangnya insentif untuk pembangunan pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) di daerah-daerah terpencil, serta ketergantungan pada energi fosil, memperlambat pemerataan pasokan listrik (IESR, 2024).
Upaya dan Inovasi Menuju Pemerataan Energi
1. Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) Terdistribusi
Pembangunan pembangkit mikro hidro, PLTS atap, dan biomassa di desa-desa menjadi solusi yang efisien, ramah lingkungan, dan mudah diterapkan di daerah terpencil (ESDM.go.id, 2025).
2. Desentralisasi Sistem dan Microgrid Mandiri
Microgrid memungkinkan desa-desa membangun sistem kelistrikan mandiri yang tidak bergantung pada jaringan utama. Ini menjadi langkah strategis dalam memperkuat ketahanan energi lokal (Infobalinews, 2025).
3. Penguatan Infrastruktur Jaringan dan Teknologi Smart Grid
Pengembangan infrastruktur transmisi dan distribusi di luar Jawa perlu ditingkatkan, didukung dengan penerapan teknologi smart grid untuk pemantauan beban dan keandalan sistem secara real time (Kompasiana, 2024; Delan Rachmando, 2023).
4. Kolaborasi Pemerintah dan Swasta
Pemerintah bersama PLN dan sektor swasta harus memperkuat sinergi dalam proyek-proyek kelistrikan berbasis EBT, sekaligus memberikan kemudahan investasi di daerah tertinggal (Bajang Journal, 2025).
5. Edukasi dan Literasi Energi di Masyarakat
Pendidikan energi berkelanjutan penting untuk membentuk perilaku hemat energi serta meningkatkan kesadaran warga terhadap keselamatan dan efisiensi listrik (Salmanalfarisy, 2022).
Tren dan Teknologi Masa Depan
1. Penerapan Smart Grid dan IoT
Teknologi smart grid dan sensor IoT mampu mengatur distribusi listrik secara otomatis, mendeteksi gangguan dini, dan memaksimalkan efisiensi jaringan (Delan Rachmando, 2023).
2. Optimalisasi Sistem dengan Kecerdasan Buatan (AI)
AI berperan dalam memprediksi kebutuhan beban listrik serta mengatur output dari pembangkit EBT secara dinamis berdasarkan kondisi wilayah (Altpon, 2025).
3. Infrastruktur Kendaraan Listrik (EV)
Pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) mendukung penggunaan kendaraan ramah lingkungan, sekaligus mendorong peningkatan konsumsi listrik yang sehat dan terkendali (ESDM, 2025).
4. Listrik Pintar Berbasis Komunitas
Melalui pelatihan dan pemberdayaan lokal, masyarakat perdesaan dapat mengelola sistem kelistrikan mandiri, memanfaatkan teknologi hemat energi, dan meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan (ESDM Sulbar, 2025).
Kesimpulan
Ketimpangan akses listrik di Indonesia bukan hanya soal teknis distribusi energi, tetapi juga menyangkut keadilan pembangunan. Mengurangi ketimpangan ini memerlukan strategi komprehensif melalui pengembangan EBT yang terdistribusi, desentralisasi sistem, serta pemanfaatan teknologi cerdas. Kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, swasta, serta masyarakat menjadi fondasi utama menuju pemerataan energi nasional yang adil, efisien, dan berkelanjutan.
Farid Asyhadi, ST. MTr.AP
Pejabat Fungsional Inspektur Ketenagalistrikan
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Barat
Daftar Pustaka
-
Azahra Zhr. Ketimpangan Akses Listrik, Pembangkit Listrik Masih Terpusat di Pulau Jawa. Kompasiana.com. (2023)
-
Suara.com. Listrik Belum Merata, 10 Ribu Desa Masih Gelap Gulita di Indonesia. (2025)
-
Bajang Journal. Evaluasi Ketimpangan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan di Indonesia: Dampak dan Upaya Pemerataan Akses Energi. (2025)
-
ESDM.go.id. Potensi Energi Baru Terbarukan Indonesia. (2025)
-
Infobalinews. Program Listrik Desa Solusi Pemerintah Atasi Kesenjangan Energi. (2025)
-
Delan Rachmando. Penerapan Kecerdasan Buatan dalam Sistem Tenaga Listrik: Energi Efisien dan Berkelanjutan. Kompasiana.com. (2023)
-
Salmanalfarisy. Edukasi Keselamatan Penggunaan Listrik Sehari-hari di Masyarakat. Kompasiana.com. (2022)
-
Altpon. Tren Instalasi Listrik 2025: Teknologi dan Keamanan. (2025)
-
IESR. Mengejar Target 23% Bauran Energi Terbarukan di 2025: Memerlukan Strategi Percepatan dan Komitmen Politik. (2024)
-
ESDM Sulbar. Edukasi Keselamatan Pengguna Listrik Mencegah Bahaya Sehari-Hari Tingkat Masyarakat. Kompasiana.com. (2025)
Komentar
Posting Komentar