Energi surya memegang peranan penting dalam masa depan energi Indonesia sebagai solusi strategis untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi besar dengan intensitas penyinaran matahari rata-rata sekitar 4,8 kWh/m² per hari yang tersebar merata di seluruh wilayah, menjadikan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sangat menjanjikan baik untuk skala rumah tangga maupun industri1.
PLTS bekerja dengan prinsip fotovoltaik yang mengubah cahaya matahari menjadi listrik, menghasilkan arus DC yang kemudian dikonversi menjadi AC untuk digunakan atau disalurkan ke jaringan listrik nasional. Keunggulan utama PLTS adalah sifatnya yang modular dan scalable, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan energi yang beragam1.
Pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan kapasitas PLTS secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 memproyeksikan penambahan kapasitas energi surya sebesar 17,1 GW, termasuk pengembangan PLTS terapung yang memanfaatkan lahan air seperti waduk dan bendungan dengan potensi hingga 14 GW2. Pada 2024, kapasitas terpasang PLTS telah mencapai lebih dari 917 MWp, dengan target ambisius mencapai 4,6 GWp hingga 16,6 GWp pada 20347.
Meski potensi besar, pengembangan PLTS menghadapi tantangan seperti biaya investasi awal yang masih tinggi, efisiensi panel surya yang terbatas, dan ketergantungan pada kondisi cuaca. Oleh karena itu, penguasaan teknologi inverter efisien, sistem penyimpanan energi (baterai), dan integrasi dengan smart grid menjadi kunci keberhasilan sistem PLTS yang andal dan berkelanjutan1.
Selain itu, tren global dan investasi energi surya terus meningkat. Investasi di Indonesia naik dua kali lipat dari US$68 juta pada 2021 menjadi US$134 juta pada 2023, namun kapasitas terpasang masih relatif kecil yaitu 718 MW hingga Agustus 2024 dibandingkan potensi sekitar 3,3-20 TW6. Untuk memenuhi target Perjanjian Paris dan transisi energi, Indonesia perlu menambah kapasitas PLTS sekitar 9-15 GW per tahun antara 2024-20306.
Dukungan kebijakan pemerintah berupa insentif fiskal, kemudahan perizinan, dan kolaborasi dengan perguruan tinggi serta sektor swasta sangat penting untuk mempercepat adopsi PLTS. Peran mahasiswa dan insinyur teknik elektro juga vital dalam mengembangkan teknologi pendukung seperti inverter dan baterai penyimpanan1.
Dengan pemanfaatan optimal energi surya, Indonesia dapat meningkatkan ketahanan energi nasional, mengurangi emisi karbon, dan berkontribusi dalam upaya global mitigasi perubahan iklim.
Farid Asyhadi
Pejabat Fungsional Inspektur Ketenagalistrikan
Dinas ESDM Sulawesi Barat
(Sumber: 1 Kompasiana Muhammad Firas 2025, 2 IESR 2025, 6 Mongabay 2024, 7 Renewable Energy Indonesia 2025)
Komentar
Posting Komentar